Saturday, August 31, 2019

Kisah Sukses Susi Pudjiastuti ( Menteri Kelautan dan Perikanan )



Susi Pudjiastuti barangkali dapat menjadi sosok yang paling tepat untuk membuktikan bahwa siapa saja bisa meraih cita-citanya. Meski hanya berijazah SMP, Susi merupakan Menteri Kelautan dan Perikanan serta sempat sukses memimpin perusahaan yang dimilikinya. Kinibisa akan menceritakan kisah Susi Pudjiastuti sebagai sosok yang inspiratif bagi #GenerasiKompeten.

Masa Kecil Susi

Susi Pudjiastuti lahir di Pangandaran pada 15 Januari 1965. Ia lahir dari pasangan Haji Ahmad Karlan dan Suwuh Lasminah, pasangan asal Jawa Tengah yang telah tinggal lama di Pangandaran. Anak sulung dari tiga bersaudara ini dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan. Orangtuanya merupkakan saudagar ternak yang memperjual-belikan hewan ternak dari Jawa Tengah ke Jawa Barat.

Meski dilahirkan dari keluarga yang berada, masa kecil Susi dihabiskan selayaknya anak-anak kampung seusianya. Begitu pula dengan urusan pendidikan, Susi dikirim orangtuanya untuk bersekolah di sekolah negeri yang kondisi bangunannya masih amat sederhana. Seperti lirik lagu ‘Rumah Kita’ ruang kelas Susi hanya berbilik bambu dan beralaskan tanah. Di Pangandaran, Susi mengenyam pendidikan mulai dari SD hingga SMP.

Ketika memasuki usia SMA, Susi meninggalkan kota kelahirannya dan pindah ke kota pendidikan, Yogyayakarta. Ia pindah ke sana demi meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Sayangnya, ia terpaksa berhenti sekolah saat duduk di kelas dua SMA. Meski begitu, berhentinya Susi ini bukan karena ia malas belajar, perempuan berambut ikal ini justru amat senang belajar dan membaca buku-buku teks berbahasa Inggris.

Ada dua cerita yang menjelaskan alasan berhentinya Susi dari dunia sekolah. Alasan pertama, ia dikeluarkan dari sekolah karena aktif dalam gerakan golput. Pada masa Orde Baru, gerakan golput memang merupakan hal yang terlarang. Sementara, alasan lainnya adalah karena Susi diminta kembali ke Pangandaran setelah terbaring sakit di kamar indekosnya akibat tergelincir di tangga dan kepalanya membentur tembok di sekolahnya.

Setelah kembali ke Pangandaran, Susi pun memutuskan untuk berwirausaha. Di sini lah jiwa pengusaha Susi mulai terbentuk, suatu hal yang nantinya akan sangat berpengaruh bagi karier Susi. Bahkan, apabila Susi melanjutkan sekolahnya dan berkuliah di salah satu perguruan tinggi ternama, belum tentu Susi meraih kesuksesan yang ia rasakan saat ini.


Susi si Pengepul Ikan

Petualangan Susi sebagai pengusaha dimulai ketika ia berusia 17 tahun.  Melihat potensi alam Pangandaran yang sedang menggeliat sebagai salah satu tujuan wisata, ia berjualan bed cover dan menjajakannya kepada hotel-hotel yang baru berdiri di Pangandaran. Awalnya, Susi mengaku kesulitan meyakinkan para pemilik hotel untuk membeli barang dagangannya, tapi Susi tidak patah semangat dan terus berusaha.

Padahal, dengan latar belakang keluarganya yang berkecukupan, Susi tidak perlu susah-susah berdagang karena kebutuhannya pasti bisa ditanggung oleh kedua orangtuanya. Namun, Susi berpendapat ia tidak bisa terus-menerus menggantungkan kehidupannya pada kedua orang tua. “Hewan saja mengajarkan pada kita, bahwa setelah dewasa ia tak lagi menyusu, dan mencari makannya sendiri. Apalagi kita, manusia, yang diberi akal,” kata Susi dikutip dari Tokoh Indonesia

Seiring waktu berjalan, Susi berhenti menjual bedcover ke pemilik hotel karena mencium peluang bisnis yang lebih menguntungkan. Ia menilai Pangandaran merupakan tempat pendaratan ikan yang potensial  di pesisir selatan Pulau Jawa. Setiap hari, ada ratusan nelayan di Pangandaran yang menyandarkan kapal-kapalnya sambil membawa banyak hasil tangkapan. Oleh sebab itu, Susi pun beralih profesi menjadi pengepul ikan. Padahal, ia sempat bercita-cita menjadi seorang ahli oseanografi.

Dengan modal Rp 750 ribu yang didapatnya dari berjualan aksesoris miliknya, Susi memulai profesi barunya. Pada awalnya, ia sempat kesulitan menekuni pekerjaan sebagai pengepul ikan. Untuk beberapa waktu, hasil kerjanya masih jauh di bawah target hingga sempat diingkari oleh pembelinya. Namun, bagi Susi hal itu hanyalah dinamika kerja yang pasti dialami oleh setiap orang yang bekerja.

Berkat kerja keras dan mentalnya yang tidak mudah loyo, Susi hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk menguasai pasar Pangandaran. Ia pun memperluas ekspansinya ke Pasar Cilacap, tiga jam perjalanan darat dari Pangandaran. Meski begitu, Susi tidak cepat puas, ia membeli perahu bermodalkan menggunakan uang hasil kerja kerasnya sebagai pengepul ikan. Perahu itu nantinya dapat disewakan kepada para nelayan. Lambat laun, perahu milik Susi pun berkembang hingga jumlahnya mencapai ratusan.

Setelah sukses di Pangandaran dan Cilacap, Susi berniat melebarkan sayap usahanya ke kota-kota lainnya. Bukan main-main, kota berikutnya yang menjadi sasaran adalah Jakarta, kota yang relatif cukup jauh dari pesisir selatan Jawa. Untuk itu, Susi pun memutar otak agar ikan hasil tangkapan dapat sampai di Jakarta dalam kondisi yang masih segar. Hasilnya, ia pun sering bolak-balik Jakarta-Pangandaran menggunakan mobil sewaan hingga truk dengan sistem pendingin es batu yang dibelinya sendiri.

Usaha ikan yang dimiliki Susi semakin besar hingga Susi dipercaya oleh beberapa pabrik untuk menjadi pemasok ikan segar yang hendak di ekspor. Beberapa negara tujuan ekspor itu antara lain Singapura dan Hong Kong. Selain menjadi pengepul ikan, pada saat itu Susi juga berjualan kodok yang dapat diekspor pula. Sepanjang perjalanan Pangandaran-Jakarta, Susi pun biasa menyambangi pengepul kodok yang ada di Cikampek dan Karawang untuk dijual di Jakarta.

Kejelian Susi dalam menangkap peluang bisnis semakin terbukti ketika pada 1996 ia mendirikan pabrik pengolahan ikan dengan label Susi brand di bawah naungan PT ASI Pudjiastuti Marine Product. Pabrik tersebut ia dirikan layaknya mall yang penuh dengan keramik dan kaca. Meski menghabiskan uang banyak, hal ini ia lakukan demi kenyamanan para karyawannya.

Sebagai pengusaha sukses, Susi memang amat memperhatikan para karyawannya. Tak cuma itu, ia juga tercatat sebagai pengusaha yang tidak serakah dan tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Misalnya, ia melarang anak buahnya menangkap ikan melalui cara yang merusak lingkungan seperti membongkar karang atau menggunakan pestisida. Ia juga tidak menerima lobster yang sedang bertelur demi menjaga populasi dan kualitas ikan-ikan yang akan dijualnya.

Dalam menjalankan usahanya, Susi menerapkan filosofi Palugada ‘apa lu mau, gua ada’. Sebisa mungkin ia akan memenuhi kebutuhan setiap konsumennya selama memiliki kualitas yang baik. "Cari dan siapkan barang yang bagus, maka pembeli akan senang. Keuntungannya, harga jual bisa lebih bagus!" katanya dilansir dari Tokoh Indonesia.[4]

Kerja keras Susi pun membuahkan hasil, ia berhasil menjual produk seafood beku hingga menembus pasar Jepang. Menembung pasar Jepang adalah prestasi yang luar biasa mengingat negara tersebut menerapkan aturan yang ketat agar sebuah produk dapat masuk ke negaranya. Oleh karena itu, kegiatan di pabrik milik Susi selalu dijalankan dengan standar internasional serta tidak menggunakan bahan pengawet kimia.


Susi Air

Setelah bisnis ikannya merambah hingga ke Asia dan Amerika, Susi pun bermimpi untuk memiliki pesawat terbang. Pesawat ini rencananya digunakan untuk mengangkut ikan dan lobster dari berbagai pasar ikan di seluruh Indonesia menuju Jakarta. Sebagai pengusaha ikan, Susi sadar bahwa kesegaran hasil laut dapat mempengaruhi nilai jualnya. Oleh karena itu, Susi amat membutuhkan pesawat demi menjaga kesegaran hasil laut dengan tempuh yang lebih singkat.

Pada 2004, Susi untuk pertama kalinya membeli pesawat  Cessna Caravan dengan kredit dari Bank Mandiri. Sebelumya, Susi telah ditolak berbagai bank ketika ia mengajukan proposal kredit. Ia menamakan armada yang dimilikinya sebagai Susi Air yang ada di bawah naungan PT ASI Pudjiastuti Aviation.

Ketika gelombang tsunami menerjang Aceh pada Desember 2004, Susi menerjunkan armada pesawatnya untuk mendistribusikan bantuan kepada korban yang berada di daerah terisolasi. Pada saat inilah, scenario bisnisnya mulai berubah katena setelah tsunami omset bisnis perikannya terus melorot.  Di sisi lain, ia melihat warga di Aceh sangat membutuhkan alat transportasi pesawat. Akhirnya, pesawat yang biasanya mengangkut hasil laut pun disewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang.

Akibat hal tersebut, armada Susi Air pun mulai beralih menjadi pesawat penumpang ketimbang pengangkut hasil laut. Pada 2006, Susi Air membuka cabang pertamanya di Jayapura. Tahun demi tahun, jumlah pesawat milik Susi Air semakin bertambah. Dalam kurun waktu Oktober-Desember 2007, Susi Air membeli enam pesawat tambahan.

Pada Juni 2009, Susi Air mengumumkan bahwa mereka telah memesan 30 pesawat Grand Caravan di Paris Air Show. Bulan berikutnya, Piaggio Avanti pertama Susi Air mulai digunakan. Sejak itu, Susi Air terus mengepakkan sayapnya dengan membuka kantor cabang di berbagai daerah di Tanah Air. Maskapai ini melayani rute-rute yang menghubungkan kota kecil seperti Medan-Blang Pidie di Sumatera dan Banjarmasin-Muara Taweh di Kalimantan. Setelah sukses dengan maskapai penerbangan, Susi pun mendirikan sekolah penerbangan Susi Flying School dan bertindak sebagai direktur utama.


Menteri yang Nyentrik

Sepak terjang Susi sebagai pengepul ikan dan pemilik maskapai penerbangan Susi Air nampaknya terdengar hingga telinga Presiden Joko Widodo yang terpilih pada Pemilu Presiden 2014. Pada Oktober 2014, mantan Walikota Solo itu menunjuk Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Menurut Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, Susi dipilih lantaran kegigihannya dalam bekerja. “Saya membaca di sebuah artikel, belai memulai usaha dari menjual ikan dan saya meyakini beliau akan banyak melakukan terobosan di bidang kelautan dan perikanan,” kata Jokowi.[5]

Terpilihnya Susi sebagai menteri disambut beragam oleh masyarakat. Sebab, sikap dan gaya Susi tidak mencerminkan sosok menteri seperti yang sudah-sudah. Misalnya, Susi hanya memiliki ijazah SMP sementara menteri-mentri lainnya pasti memiliki ijazah perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, kebiasaan merokok Susi juga dikomentari oleh berbagai pihak karena hal itu dianggap bukan contoh yang baik.

Meski begitu, terpilihnya Susi juga didukung oleh masyarakat. Mereka menilai, terpilihnya Susi sebagai menteri justru melambangkan bahwa siapa pun bisa menjadi menteri selama mempunyai kompentensi terlepas dari status pendidikan, gaya dan kepribadiannya. Sebagai menteri, Susi telah membuat beberapa kebijakan dan terobosan baru seperti peledakkan kapal pencuri ikan dan gerakan makan ikan. Hingga saat ini, kebijakan-kebijakan itu direspon baik oleh masyarakat.

Selain memiliki kebijakan dan terobosan yang disukai masyarakat, gaya dan kepribadian Susi juga disukai oleh masyarakat. Misalnya, gambar ketika ia menikmati segelas kopi dan merokok di tengah laut yang tersebar di dunia maya disambut positif oleh masyarakat. Selain itu, Susi juga suka mengeluarkan statement yang cukup unik seperti ketika ia mengatakan tidak mau merokok karena takut dimarahi oleh Menteri Kesehatan

Berbagai kebijakan dan kepribadian Susi yang disukai masyarakat berpengaruh pada tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja menteri bersuami kewarganegaraan Jerman itu. Menurut survey Indo Barometer pada Maret 2017, tingkat kepuasan masyarakat kepada Susi merupakan yang tertinggi dibandingkan menteri-menteri lainnya, yaitu dengan angka 26,3 persen

Tak hanya di Indonesia, cerita mengenai sepak terjang Susi juga telah tersiar hingga ke luar negeri. Leonardo Di Caprio, seorang aktor terkenal, bahkan memuji Susi secara terbuka dalam acara World Oceans Day 2017 yang diselenggarakan di kantor PBB, New York. Beberapa waktu lalu, sekitar 10 ribu kapal secara ilegal masuk ke Indonesia dan mengambil ikan di perairan Indonesia. Ini membuat nelayan lokal terkena dampak buruknya," kata Leonardo dikutip dari CNN Indonesia


“Namun Menteri Perikanan Susi melakukan usaha memberantas kegiatan ilegal itu, dan menjadi pemimpin ke era pengelolaan perikanan yang transparan," kata Leonardo melanjutkan. Ia bahkan menyebut Susi sebagai pemimpin yang berani dan inovatif serta dibutuhkan seluruh dunia. Selain itu, hingga saat ini Susi juga telah diganjar berbagai penghargaan atas perjuangannya sebagai pengepul ikan, pemilik Susi Air, dan Menteri Kelautan dan Perikanan, antara lain:[8]

  • Pelopor Wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat tahun 2004
  • Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia tahun 2005
  • Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter 2005 dari Presiden Republik Indonesia. Tahun 2006
  • Metro TV Award for Economics-2006,
  • Inspiring Woman 2005 dan Eagle Award 2006 dari Metro TV, Indonesia
  • Sofyan Ilyas Award dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009
  • Ganesha Widyajasa Aditama Award dari ITB, 2011
  • Award for Innovative Achievements, Extraordinary Leadership and Significant Contributions to the Economy, APEC, 2011
  • Tokoh Wanita Inspiratif Penggerak Pembangunan, dari Gubernur Jawa Barat, 2008
  • Kanjeng Ratu Ayu (KRAY) Susi Pudjiastutiningrat, dari Keraton Surakarta Hadiningrat, 2015
  • Leaders for a Living Planet Award dari WWF, 16 September 2016, sebagai penghargaan atas perannya dalam memajukan pembangunan sektor perikanan yang berkelanjutan, pelestarian alam laut, dan pemberantasan pencurian ikan.
  • Doktor Honoris Causa oleh Universitas Diponegoro pada 3 Desember 2016.
  • Seafood Champion Award dalam acara Seaweb Seafood Summit yang diselenggarakan di Seattle, Washington, Amerika Serikat 5 Juni 2017.

Friday, August 30, 2019

Kisah Sukses Ferry Unardi ( Traveloka )


Teknologi membuat semua menjadi lebih mudah, termasuk dalam dunia perpelancongan. Mulai dari reservasi tiket pesawat, tiket kereta, hotel bahkan tiket masuk ke wahana semua bisa dilakukan dengan cepat dan praktis dengan bantuan teknologi internet. Mengakomodir kebutuhan milenial di bidang digital travel, muncullah berbagai startup travel. Salah satunya Traveloka, startup travel yang bisa dibilang menguasai pasar Indonesia saat ini.

Besarnya nama Traveloka tak lepas dari profil Ferry Unardi sang CEO sekaligus Co Founder dari Traveloka. Sosoknya yang memang lebih banyak di balik layar mungkin kalah tersohor dibanding nama Traveloka itu sendiri. Namun cerita inspiratifnya dalam membangun Traveloka tak kalah menarik untuk diceritakan.

Mengenal lebih dekat profil Ferry Unardi dan inspirasinya memulai startup travel

Profil Singkat 
Nama: Ferry Unardi
Lahir: Padang, Sumatera Barat, Indonesia, 16 Januari 1988
Pendidikan: Science and Engineering, Purdue University, Amerika Serikat (2004-2008)
Master of Business Administration, Harvard Business School, Amerika Serikat (2011-2012)
Karier: Software Engineer di Microsoft, Seattle, Amerika Serikat (2008-2011)
CEO dan Co-Founder Traveloka.com (2012-Sekarang)

Sebelum membahas lebih jauh tentang awal mula Traveloka didirikan, rasanya penting untuk tahu sekilas biografi Ferry Unardi sang penggagas dan pendiri startup travel ini. Ferry Unardi lahir di Padang pada 16 Januari 1988. Setelah lulus dari pendidikan sekolah menengah atas, Ferry memutuskan untuk kuliah di Purdue University jurusan Computer Science dan Engineering.

Jika melihat rekam jejak pendidikannya, Ferry boleh dibilang minim dalam ilmu bisnis. Dalam sebuah kesempatan di acara Startup Asia Jakarta 2014, Ferry mengungkapkan sedikit hal tentang latar belakangnya.

¨Saya tidak melihat diri saya sebagai seorang entrepreneur, tetapi lebih sebagai seorang engineer. Sebagai seorang yang menyukai IT ketika remaja, mengambil jurusan matematika ketika kuliah, dan sempat bekerja di Microsoft, bahkan ide mendirikan starup itu tidak pernah ada dalam benak¨ ungkap Ferry Unardi. 

Sejak lulus S1 Ferry diketahui bekerja di Microsoft, Seattle sebagai seorang software engineer. Tiga tahun berkecimpung di dunia engineering membuatnya berpikir bahwa dirinya tak akan bisa menjadi yang ¨engineer terbaik¨. Kegelisahannya ini pada akhirnya membawanya pada sebuah perjalanan ke China. Di sinilah Ferry mendapatkan pencerahan tentang bisnis travel yang sepertinya menarik.

Hal lain yang menuntunnya pada keputusan untuk membangun Traveloka adalah sulitnya sistem booking pesawat. Saat bekerja di Microsoft Ferry kerap pulang ke kampung halamannya di Padang. Namun ia justru merasa kesulitan saat ingin membeli atau mem-booking tiket pesawat untuk pulang kampung tersebut. Ferry juga merasa kesulitan untuk memprediksikan rute pesawat yang akan dipilihnya. Dari sanalah seorang Ferry yang saat itu berusia 23 tahun memutuskan untuk keluar dari dunia karirnya. Bagi Ferry, inilah masa yang paling stress dalam hidupnya.



Mundur selangkah untuk bisa melahirkan Traveloka, Ferry Unardi korbankan banyak hal

Merasa tak memiliki kapasitas dalam dunia bisnis dan tak paham bagaimana mengelola perusahaan, Ferry Unardi harus mengambil satu langkah ke belakang sebelum akhirnya membangun Traveloka. Ia memutuskan untuk kuliah di Harvard University untuk memperoleh gelar MBA dalam bidang bisnis.

Jalan satu semester ternyata rencananya harus diubah. Ferry Unardi memilih untuk keluar dari kampusnya dan mulai mengembangkan sebuah mesin pencari tiket pesawat dengan teknologi yang lebih modern, fleksibel dan praktis. Ferry menceritakan bahwa awalnya banyak orang yang menyayangkan keputusannya kala itu.

“Saya ingat ketika semua orang mempertanyakan keputusan saya untuk berhenti, tapi itulah yang harus dilakukan. Berhenti kuliah adalah keputusan yang sangat sulit, baik untuk saya dan pasangan saya karena ia bekerja untuk LinkedIn pada saat itu dan memiliki saham yang belum sepenuhnya diperoleh, tapi saya ingat pernah mengatakan “kita 23 (tahun), kita masih cukup muda untuk melakukan kesalahan” dan tidak ada waktu yang lebih baik dari pada sekarang” kata Ferry dalam acara Startup Asia Jakarta 2014.

Ferry lanjut lagi menjelaskan bahwa saat itu bisnis di bidang reservasi tiket adalah salah satu dari startup yang sedang booming dan menjadi trend. Begitu banyak investor yang berlomba-lomba untuk masuk dalam bidang bisnis tersebut. Baginya, jika Traveloka tak memulai langkah saat itu juga maka akan tertinggal di kemudian hari.

Awalnya Traveloka hanya berupa platform flight search dan aggregator penerbangan. Seiring berjalannya waktu, Ferry Unardi dan timnya menyadari bahwa masalah yang terjadi bukan hanya saat menemukan penerbangan tapi juga saat melakukan transaksi. Pelanggan merasa tak puas karena mereka harus menggunakan layanan lain untuk menyelesaikan proses pembelian tiket. Hingga akhirnya Traveloka berkembang menjadi salah satu platform yang bisa digunakan untuk layanan transaksi juga.

Tantangan lain yang harus dihadapi Ferry Unardi adalah bagaimana cara mengelola tim yang awalnya berjumlah 8 orang menjadi belasan, puluhan bahkan ratusan orang. Banyak hal yang harus dilakukan sebagai perusahaan baru, termasuk membentuk budaya perusahaan dan membangun manajemen yang solid.

Melalui buku karya Ben Horowitz, veteran startup dan legenda VC, The Hard Thing about Hard Things profil Ferry Unardi mendapatkan banyak pencerahan. Dalam suatu kesempatan, Ferry pun membagikan inspirasi tersebut,

“Buku ini mengajarkan saya bahwa orang hanya memperhatikan pertumbuhan dan pengguna, tetapi juga harus fokus dengan apa yang ada di balik hal tersebut. Salah satunya tentang pentingnya membangun tim yang tepat. Orang-orang tidak berbicara tentang hal ini karena tidak secara langsung berhubungan dengan internet. Tetapi pada akhirnya kami adalah perusahaan dan kami harus terlebih dahulu dan terutama membangun sebuah perusahaan.” katanya.



Mantap menjadi platform reservasi tiket, Traveloka kembali hadapi masalah baru

Sebagai startup yang masih kecil, Traveloka tentu belum banyak dilirik oleh maskapai besar. Traveloka awalnya merasa kesulitan untuk membangun kerja sama dengan beberapa maskapai. Ferry tak menyerah, dia memiliki satu strategi yang terus dijalankan. Saat di mana timnya membuat pelayanan yang bagus dan memuaskan, maka saat itu juga orang-orang akan datang.

Mendapatkan perhatian besar dari para pengguna tentu akan menarik perhatian para maskapai penerbangan. Di lain sisi, maskapai sendiri selalu memiliki lebih banyak persediaan ketimbang permintaan. Ferry menyadari bahwa layanan yang dimiliki Traveloka bisa membantu pihak maskapai untuk mengisi kursi kosong, dan juga pengguna untuk mendapat harga promo.

Perlahan tapi pasti, saat sudah banyak pengguna yang setia dengan Traveloka mulai banyak maskapai yang mau bekerja sama dengan Traveloka. Bahkan kini Traveloka tak hanya menyediakan reservasi tiket pesawat, ada juga treservasi tiket kereta api dan juga hotel.

Terus berkembang dari tim yang kecil, kini Traveloka telah memiliki peringkat Alexa 150 di Indonesia yang memiliki puluhan juta pageview per bulan. Sejak diluncurkan, Traveloka telah mengumumkan dua putaran pendanaan; salah satunya dari East Ventures (keterangan: East Ventures juga berinvestasi di Tech in Asia. Baca halaman etika kami untuk informasi lebih lanjut) pada bulan November 2012 dan satunya lagi dari Global Founders Capital pada Desember 2013.

Thursday, August 29, 2019

Kisah Sukses Nadiem Makarim ( Pendiri GoJek )

Biodata
Nama : Nadiem Makarim
Lahir : Singapura, 4 Juli 1984
Warna Negara : Indonesia
Agama : Islam
Orang Tua : Nono Anwar Makarim (Ayah), Atika Algadrie (Ibu)
Istri : Franka Franklin
Anak : Solara Franklin Makarim
Total Kekayaan : 1.4 Trilyun Rupiah (Majalah Globe Asia 2018)

Nadiem Makarim merupakan pendiri Gojek yang sukses merevolusi industri transportasi khas Indonesia, ojek. Memanfaatkan kecanggihan teknologi mobile, Nadiem sukses membangun sebuah layanan jasa ojek berbasis online. Selain itu, ada juga beragam fitur lain yang ditawarkan Gojek, seperti pengiriman barang, pesan antar makanan, berbelanja, maupun kebutuhan hidup sehari-hari lainnya.

Gojek bisa jadi jawaban terbaik atas masalah kemacetan dan kebutuhan hidup yang serba cepat bagi penduduk di kota-kota besar. Gagasan menarik dari Nadiem ini membawa angin segar di Indonesia. Soalnya, Gojek efektif mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat.  Kira-kira seperti apa perjuangan pemilik Gojek di awal merintis inovasi transportasi di tanah air? Yuk cari tahu!


Nadiem Makarim, Pendiri Gojek yang Sukses di Usia Muda

Sebelum memutuskan buat jadi pengusaha, pria yang lahir pada 4 Juli 1984 ini terlebih dulu bekerja dengan beberapa perusahaan lain. Tercatat Nadiem Makarim pernah bekerja di perusahaan konsultan Mckinsey & Company, ia juga sempat menduduki posisi Managing Editor Zalora Indonesia, serta sebagai Chief Innovation Officer Kartuku. Selama bekerja di tiga perusahaan tadi, Nadiem selalu menggunakan jasa ojek untuk memudahkan aktivitasnya.

Di saat yang bersamaan itu juga ia melihat bahwa ada banyak tukang ojek yang berada di pangkalan ojek harus bergiliran dengan pengemudi ojek lainnya untuk mengangkut penumpang belum lagi di kota-kota besar banyak tukang ojek yang menggunakan waktu untuk sekadar mangkal dan menunggu penumpang. Berbekal pengalaman dan pengetahuannya tersebut, barulah Nadiem terinspirasi untuk mendirikan Gojek.


Berani Resign demi Gojek

Walaupun sudah mendapatkan posisi yang cukup baik dalam pekerjaannya ternyata Nadiem nggak cepat merasa puas begitu saja. Jauh sebelum populer seperti sekarang, pendiri Gojek ini bahkan berani ambil keputusan buat resign dari perusahaan tempat ia bekerja. Alasannya, pria lulusan Harvard Business School ini punya tekad yang kuat buat jadi entrepreneur sejati.

Tepat di tahun 2011 perusahaan Gojek resmi didirikan oleh Nadiem Makarim. Diberi nama PT. Gojek Indonesia, perusahaan ini memiliki ide awal yang sangat sederhana, yaitu mempermudah pertemuan antara pengemudi ojek dengan calon penumpang. Solusi yang sederhana tersebut ternyata mendapat respon positif dari masyarakat Indonesia. Tak heran Gojek segera berkembang pesat setelah meluncurkan aplikasi di smartphone pada awal 2015.


Ciptakan Lapangan Kerja Padat Karya

Gojek membuka lapangan kerja baru yang padat karya. Banyak masyarakat yang tadinya nggak punya penghasilan, saat ini dapat menghasilkan pendapatan yang cukup besar dengan menjadi pengemudi Gojek. Profesi ini juga menarik perhatian generasi muda yang ingin mencari uang saku tambahan maupun para pensiunan yang masih ingin tetap produktif. Bahkan, ada juga pekerja kantoran yang memanfaatkan Gojek untuk menambah jumlah pendapatan mereka.

Nggak cuma itu, Gojek juga banyak merekrut karyawan-karyawan muda, di balik aplikasi yang sudah di-download lebih dari 13 juta kali oleh pengguna smartphone di tanah air. Sedikit menoleh ke belakang, di awal berdiri Gojek hanyalah sebuah call center yang dikerjakan oleh tim manajemen dengan jumlah orang terbatas.

Saat itu, sistem pemesanan Gojek juga masih terbilang sangat sederhana. Dimana lo harus memesan layanan ojek melalui call center, lalu operator akan mencari driver yang terdekat. Selanjutnya, call center akan memastikan kedatangan driver dengan sistem navigasi dan koordinasi pelanggan. Baru di tahun 2014 Nadiem Makarim mengubah bentuk bisnis ini menjadi berbasis online dengan aplikasi khusus.


Punya Hampir 1000 Karyawan




Lo pasti nggak nyangka kalau Gojek sudah menjadi tempat pencarian nafkah bagi hampir 1.000 orang karyawannya. Tercatat ada sekitar 300 ribu orang pengemudi atau biasa dipanggil driver Gojek telah meroda di jalanan. Layanan ojek online ini juga telah beroperasi di 50 kota di Indonesia, seperti Jabodetabek, Bali, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Medan, Makassar, Palembang, Balikpapan, dan akan terus bertambah setiap bulannya.

Dulunya, sang pendiri Gojek, Nadiem Makarim hanya mengedepankan layanan jasa antar jemput pada jam sibuk dan hari kerja. Saat itu rata-rata setiap pengemudi Gojek hanya mendapat tiga sampai empat kali pesanan. Setelah perusahaan ini mengembangkan layanan dan beroperasi setiap hari 24 jam, termasuk hari libur, rata-rata pesanan Gojek meningkat hingga empat sampai delapan pesanan per driver Gojek setiap harinya.


Ditiru Para Perintis Startup

Hidup di negara yang sedang berkembang, urusan contek-mencontek mungkin bukan lagi hal yang baru buat lo. Faktanya hal ini juga dialami oleh Gojek yang sistemnya banyak ditiru oleh para perintis bisnis startup lainnya di Indonesia. Ada enam aplikasi serupa yang membuat layanan jasa ojek serupa Gojek. Perbedaan hanya terletak pada tarif awal dan per kilometer berikutnya.

Namun demikian, sebagai pemilik Gojek, Nadiem nggak mau ambil pusing. Baginya, para pengusaha muda kreatif pembuat aplikasi serupa Gojek bukanlah kompetitor yang harus dikalahkan, ditakuti, atau bahkan ditaklukkan. Ia justru senang jika ada banyak anak bangsa yang mengikuti jejak suksesnya sehingga Indonesia bisa pelan-pelan terlepas dari kompetisi dengan produk impor.

Jangan Gampang Puas!

Kunci sukses Nadiem Makarim terletak pada inovasi yang terus ia lakukan. Sekalipun Gojek sudah terbilang cukup sukses dan ditiru banyak pemula startup, lo bisa lihat sendiri jika aplikasi Gojek selalu memberi pembaruan yang terbaik. Mulai dari segi tampilan, kualitas layanan, hingga kemunculan fitur-fitur menarik yang semakin memudahkan kebutuhan lo sehari-hari. Mulai dari fitur chat dengan driver Gojek, go-pay, go-bills, hingga go-tix.

Pembaruan-pembaruan ini menjadi bukti nyata kalau pemilik Gojek terus ingin memberikan layanan yang terbaik untuk seluruh pelanggan setianya. Semakin ditiru oleh kompetitor, bukan berati lo harus kepanasan jenggot untuk mengalahkan atau merasa takut. Sebaliknya, lo harus buktikan kepada konsumen kalau apapun bentuknya bisnis lo selalu menjadi yang terdepan dalam berinovasi.


Dapat Perlawanan dari Ojek dan Taksi Konvensional

Pendiri Gojek, Nadiem Makarim sudah pasti peka terhadap perlawanan yang bakal diberikan oleh pengemudi ojek dan taksi konvensional di Indonesia. Jauh sebelum layanan transportasi online dibentuk, ternyata hal tersebut sudah pernah diprediksi oleh pihak manajemen Gojek. Namun saat itu mereka nggak menyangka jika Gojek bisa bertumbuh pesat dalam kurun waktu yang terbilang cukup singkat.

Meskipun demikian, perusahaan ojek online ini nggak takut menghadapi perlawanan tersebut. Sebaliknya, Nadiem justru menilai bahwa hal tersebut menjadi tanda yang baik bagi pertumbuhan perusahaan transportasinya. Berbagai upaya diplomasi sudah dilakukan agar driver Gojek bisa mengemudi dengan tenang tanpa takut ancaman dari pihak-pihak tertentu. Meski alot, akhirnya toh Gojek menemukan titik terang.

Sesuai dengan kesepakatan, pengemudi Gojek dilarang untuk mengangkut penumpang dari dalam Stasiun, Terminal, ataupun Bandara. Tiga wilayah tersebut menjadi teritori bagi ojek dan taksi konvensional. Sebaliknya, driver Gojek hanya boleh mengangkut penumpang ke destinasi-destinasi tersebut. Meski nggak dibuat secara tertulis, aturan lisan ini sudah disepakati oleh masing-masing pihak yang bersangkutan.

Dapat Suntikan Dana dari Beberapa Raksasa Investor



Di tengah menghadapi perlawanan dengan driver ojek dan taksi konvensional, popularitas Gojek justru semakin dikenal dan mencuri perhatian dunia. Sejak Agustus 2016, sejumlah investor asing dilaporkan sudah menyuntikkan dana sebesar Rp 7,2 triliun untuk perusahaan Gojek ini. Tercatat angka tersebut didapat dari beberapa raksasa investor dunia yang terdiri dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital, dan Capital Group Markets.

Nggak berhenti sampai disitu saja. Di tahun berikutnya, dua perusahaan besar asal China, Tencent dan JD.com juga memberikan dana yang cukup besar bagi Gojek. Masing-masing perusahaan tersebut berinvestasi sebesar Rp2 triliun dan Rp1,3 triliun dalam waktu yang hampir bersamaan. Inilah yang membuat Gojek terus kokoh berdiri meski ada banyak startup baru yang bermunculan dengan layanan serupa dengan miliknya.

Kekayaan Nadiem Makarim juga diprediksi meningkat drastis di tahun 2018 ini. Pasalnya, Google bersama Temasek Holding bersama-sama menggelontorkan dana segar senilai Rp16 triliun. Ditambah dengan investasi yang dilakukan oleh PT Astra International Tbk. sebesar Rp2 triliun nilai valuasi Gojek semakin meningkat drastis. Gojek diperkirakan memiliki nilai valuasi mencapai $4 miliar atau setara Rp53 triliun!


Ditolak Jadi Moda Transportasi Umum oleh Pemerintah

Meskipun sudah membantu negara dalam menarik investor asing, ternyata Gojek belum juga mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak untuk melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum atau angkutan umum di Indonesia. Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh para pengemudi ojek online beberapa waktu yang lalu.

Nadiem Makarim selaku pemilik Gojek mengaku kalau dirinya menerima dan menghargai apa yang sudah menjadi keputusan MK. Namun, ia belum menyerah untuk tetap mempertahankan startup yang telah membesarkan namanya dan menjadi sandaran bagi ribuan karyawan dan ratusan pengemudi Gojek di dalamnya. Nadiem percaya jika sentuhan teknologi bisa membuat perubahan bagi masyarakat Indonesia.

Merintis usaha dari nol sudah pasti bukan hal yang mudah, Pendiri Gojek yang merupakan lulusan universitas bergengsi di Eropa ini bahkan mengalami kesulitan. Bahkan setelah sukses mencuri perhatian dunia dan mengantongi sejumlah keuntungan, Nadiem masih harus menghadapi sulitnya perijinan transportasi online di Indonesia. Kisah jatuh bangun pemilik Gojek ini pastinya bisa memberi inspirasi tersendiri buat lo.




Pastikan sebelum memulai bisnis lo bisa melihat peluang yang ada. Peka terhadap lingkungan sekitar sehingga lo bisa membaca apa yang menjadi masalah di lingkungan tersebut. Bagi Nadiem, bisnis itu nggak bisa dibangun kalau nggak ada masalah yang harus diatasi. Selain itu, lo juga harus berani untuk berinovasi dalam menciptakan bisnis yang lebih punya daya tarik dikalangan masyarakat dan juga investor.

Itulah tadi kisah sukses pendiri Gojek, Nadiem Makarim di usianya yang masih tergolong cukup mudah. Tertarik buat mengikuti jejak sukses berbisnis seperti pemilik Gojek ini? Sebaiknya pilih bidang bisnis yang belum menjamur di Indonesia. Jadi berbeda itu nggak susah kok, lo justru bisa jadi trendsetter bagi para entrepreneur muda lainnya.



Wednesday, August 28, 2019

Kisah Sukses Achmad Zaky ( Bukalapak )


Achmad Zaky merupakan lulusan Teknik Informatika dari Institut Teknologi Bandung. Pria kelahiran Sragen, 24 Agustus 1986 ini sudah mulai tertarik dengan dunia teknologi sejak masih berada di bangku sekolah dasar.

Semua bermula sejak Achmad Zaky mendapatkan hadiah sebuah komputer serta buku pemrograman komputer dari pamannya di tahun 1997. Ketika itu, usianya masih 11 tahun.

Tak disangka, Zaky ternyata memiliki ketertarikan dan minat yang cukup tinggi di dunia komputer dan pemrograman komputer.

Ketertarikan itu ternyata terus berlanjut hingga mengenyam pendidikan di bangku SMA. Hal itu dibuktikan saat ia memenangkan kejuaraan olimpiade sains nasional (OSN) bidang komputer mewakili sekolahnya di SMA Negeri 1 Solo, Jawa Tengah.

Di tahun 2004, Zaky kemudian melanjutkan studinya di jurusan Teknik Informatika di Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu universitas negeri unggulan di Indonesia.

Selama mengemban ilmu di bangku kuliah, Zaky sering memenangkan kompetisi teknologi informatika tingkat nasional, seperti juara II di ajang Indosat Wireless Innovation Contest tahun 2007. Kala itu, dia membuat software (perangkat lunak) MobiSurveyor untuk digunakan dalam perhitungan cepat survei pemilihan umum.

Gak cuma itu aja, ia juga mendapatkan Merit Award pada kompetisi INAICTA (Indonesia ICT Awards) di tahun 2008.

Prestasi yang diraihnya mengantarkan Zaky untuk mendapatkan beasiswa studi ke Oregon State University, Amerika Serikat di tahun 2008 dan berlangsung selama dua bulan.


Mulai tertarik membangun bisnis

Sebenarnya, sebelum masuk kuliah di ITB, tujuan Zaky cukup sederhana, yaitu memperoleh ijazah, lantas mendapatkan pekerjaan bagus dengan gaji yang besar.

Namun, seiring berjalannya waktu, ia justru mengalami perubahan cara berpikir. Ditambah lagi dengan banyaknya lulusan ITB yang menjadi pengusaha sukses seperti Aburizal Bakrie dan Arifin Panigoro.

Ya, setelah lulus ITB memang hanya dua pilihan, yaitu bekerja di perusahaan besar atau mendirikan perusahaan sendiri.

Usai lulus kuliah, Zaky pun mulai berpikir untuk membangun usaha sendiri yang masih berhubungan dengan informatika.

Pria berusia 31 tahun ini pun akhirnya mendirikan sebuah perusahaan jasa konsultasi teknologi yang bernama Suitmedia.

Suitmedia pun berkembang dengan sangat pesat, hingga akhirnya ia mendirikan Bukalapak. Sejak saat itu, Zaky memutuskan untuk fokus membangun Bukalapak hingga menjadi online marketplace terpercaya yang kini dikenal banyak orang.

Berdirinya Bukapalak.com
Dalam membangun bisnisnya, Achmad Zaky sempat berpikir untuk mendirikan sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak. Ia lalu berpikir untuk mendirikan situs yang bisa memfasilitasi penjual dan pembeli.

Apalagi, saat itu, situs serupa di Indonesia masih sangat sedikit. Itulah yang membuat Zaky kemudian mendirikan Bukalapak di tahun 2010.

Di awal berdirinya Bukalapak hanya ada tiga orang yang terlibat. Achmad Zaky gencar mengajak para pedagang untuk bergabung di Bukalapak di sela-sela pekerjaannya di Suitmedia.

Tak mudah mengajak orang untuk berjualan di Bukalapak, ditambah lagi saat itu internet belum seperti saat ini. Padahal untuk jualan di Bukalapak tidak dipungut biaya alias gratis.

Kebanyakan para pedagang tidak mau ribet berjualan lewat internet karena merasa jualan via offline sudah cukup.

Zaky pun sampai turun langsung untuk mengajak orang-orang yang berjualan di mall untuk juga berjualan di Bukalapak.

Nah, yang menjadi tantangan terberat adalah masalah kepercayaan terhadap e-commerce, karena kebanyakan orang takut tertipu.

Namun, Zaky tak mudah putus asa, ia terus berusaha meyakinkan para pengusaha terutama para pelaku UKM untuk mau berjualan di internet. Salah satu caranya adalah dengan memberikan edukasi kepada para seller.

Kala itu Bukalapak sering membuat kisah sukses seller dan menyebarkannya ke Twitter. Tujuannya, untuk mengedukasi seller lain agar menjadi seller terpercaya.


Setelah beberapa lama, akhirnya kian banyak penjual offline yang mencoba berjualan di Bukalapak. Kebanyakan dari mereka adalah para pedagang yang penghasilan dari usaha offline-nya tidak terlalu besar dan berharap dapat menambah penghasilan dengan berjualan di Bukalapak.

Achmad Zaky bersama tim juga dengan gencar mendekati komunitas untuk menggunakan Bukalapak. Usaha dan perjuangannya pun membuahkan hasil. Semakin lama jumlah pedagang yang berjualan semakin banyak, diikuti dengan semakin banyaknya pengunjung website. Para pedagang yang awalnya ragu berjualan di Bukalapak mulai merasakan penghasilan mereka meningkat.

Dalam kurun waktu tiga tahun, Bukalapak mengalami kemajuan yang sangat pesat dengan memiliki 150 penjual dengan produk jualan beragam, mulai dari elektronik, makanan hingga fashion.

Jika saat awal mendirikan Bukalapak, Achmad Zaky harus merogoh bujet dari kantongnya sendiri. Kini Bukalapak mendapatkan pendanaan dari beberapa investor seperti Batavia Incubator, IMJ Investment, dan juga Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK Group).

Itu dia perjalanan seorang Achmad Zaky yang sukses membangun dan membesarkan Bukalapak hingga seperti saat ini. Ada yang terinspirasi lantas berminat mengikuti jejaknya?

Tuesday, August 27, 2019

Kisah Sukses William Tanuwijaya ( Tokopedia )



Mungkin kamu berpikiran kalau mereka para pengusaha muda yang sukses lahir dan besar di lingkungan bergelimang harta. Lulusan kampus ternama dan minimal pernah bekerja di perusahaan terkenal sebelumnya. Jika kamu masih berpikir demikian, nampaknya dugaanmu kurang tepat. Karena nyatanya masih ada pengusaha muda yang sukses dan bukan berasal dari keluarga kaya. Bahkan sempat bekerja sebagai penjaga warnet ketika masih kuliah.

Siapakah dia? Dia adalah William Tanuwijaya, CEO Tokopedia – salah satu situs belanja online terbesar di Indonesia.

Mungkin kamu menyangka bahwa William minimal lulusan Harvard atau kampus luar negeri lainnya. Guys, nyatanya dia lulusan kampus swasta tanah air!

Pria kelahiran 18 November 1981 ini lahir di kota Pematangsiantar. Selepas SMA ia mengadu nasib ke ibukota untuk menimba ilmu di salah satu kampus swasta jurusan teknik informatika. Untukmu yang selama ini masih begitu mendewakan latar belakang pendidikan, Will membuktikan bahwa belajar bisa di kampus manapun, tak peduli swasta atau negeri. Pun dengan latar belakang keluarga Will yang bukan golongan konglomerat. Memang, sang kakek sempat memiliki bisnis namun bisnisnya bangkrut dan keluarganya jatuh miskin. Namun, keluarganya tetap mengutamakan pendidikan. Karenanya dia menimba ilmu sampai ke ibukota.

Keterbatasan ekonomi mengharuskan William untuk mencari pekerjaan sampingan. Will yang minim pengalaman lantas bekerja sebagai penjaga warnet

Ketika di tingkat awal kuliah, ayah Will jatuh sakit dan keadaan mengharuskannya untuk mencari pekerjaan sampingan. Ia yang sempat menumpang tinggal di rumah sang Paman, lantas bekerja sampingan sebagai penjaga warnet. Ketika bekerja sebagai penjaga warnet itulah ia mendapat banyak pelajaran. Bahwa betapa internet dapat memberi kemudahan untuk belajar apa saja. Singkat kata, Will jatuh hati dengan internet dan kala itu ia pun bermimpi untuk bisa bekerja di perusahaan seperti Google atau Facebook. Namun sayangnya pada saat itu, perusahaan tersebut belum memiliki kantor cabang di Indonesia.

Will percaya dengan pepatah dari mendiang Soekarno untuk bermimpi setinggi langit, yang menguatkan tekadnya untuk membangun kerajaan bisnisnya

Pepatah Bung Karno itulah yang sedikit banyak memantik semangat Will untuk mewujudkan mimpinya, membangun perusahaan semacam e-Bay. Sempat bekerja di sebuah forum jual beli membuat Will sadar bahwa internet kerap menjadi sarang kriminal. Padahal menurut Will, internet seharusnya memudahkan banyak hal yang salah satunya proses jual beli. Berkaca dari perjalanan karier Will, kita bisa belajar bahwa pengalaman dapat membantu seseorang menemukan mimpinya.



Konsep ekonomi berbagi yang diusung Will menjadikan Tokopedia miliknya memuncaki tangga situs online yang paling banyak dikunjungi di tanah air

FYI nih Guys, Tokopedia berhasil menjadi situs belanja online nomor satu yang paling sering dikunjungi di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari prinsip ekonomi berbagi yang diusung oleh William, terinspirasi salah satunya dari Facebook yang merupakan perusahaan media terbesar di dunia tanpa konten apa pun. Nah, inilah yang disebut dengan fenomena ekonomi berbagi, yakni bagaimana teknologi melibatkan banyak sekali partisipasi banyak orang.

Will menerapkan ini pada bisnis situs belanja online-nya, di mana Tokopedia yang notabene situs belanja online tidak memiliki toko dan produk satu pun. Sebaliknya, justru menyediakan fasilitas bagi banyak orang atau UKM perintis yang ingin membuka lapaknya di situs miliknya.

Sebelum memulai bisnisnya, Will sempat menjadi karyawan dulu selama 10 tahun. Will bisa menjadi inspirasi untukmu yang tidak ingin menjadi karyawan selamanya

Untukmu yang saat ini tengah jenuh dengan tumpukan pekerjaan di kubikelmu, tengah penat setelah 8 jam bekerja di kantor, tak usah galau berkepanjangan. Sesungguhnya, kalau kamu ogah menjadi karyawan selamanya, kamu bisa memulai langkah untuk menjadi pengusaha. Meski awalnya kamu harus berjuang gila-gilaan dulu sebagai karyawan. Seperti William yang sempat menjadi karyawan selama 10 tahun. Sebelum akhirnya dia sesukses sekarang, Will sempat bekerja sebagai software developer di beberapa perusahaan.

Pelajaran sederhananya adalah tak usah berkecil hati kalau saat ini kamu masih menjadi karyawan, walau mimpimu sesungguhnya menjadi pengusaha. Peluk terus mimpimu dan yakinlah bahwa pengalamanmu sebagai karyawan justru dapat dijadikan bekal untukmu merintis usaha. Seperti halnya Will yang riset tentang jual-beli online selama ia bekerja di forum jual beli online. Tuh, peluk terus mimpimu ya, Guys!

Susah payah mengumpulkan modal dan bahkan sempat diragukan, pada akhirnya kegigihan Will mampu mengantarkannya menuju puncak kesuksesan..

Pada sebuah program inspirasi di salah satu TV swasta, William mengatakan bahwa modal awal Tokopedia adalah 2,4 Milyar, sementara yang terpakai hanya sekitar 900 juta rupiah. Namun, akhirnya dia berhasil mendapat suntikan dana dari investor asing. Sebermulanya Will begitu kesulitan mencari investor. Lantas, mimpi untuk mendirikan perusahaan semacam e-Bay ia ceritakan kepada atasannya. Namun, gayung belum bersambut lantaran ada beberapa orang yang meragukan mimpinya.

Mereka masih meragukan latar belakang keluarga dan pendidikan William. Imbasnya, ia butuh 2 tahun untuk susah payah mengumpulkan modal, hingga akhirnya bosnya sendiri yang menyumbang modal sebesar 10 %. Meski sempat diragukan, William mampu membuktikan kerja kerasnya dan jadilah ia sesukses sekarang. Tokopedia berdiri tahun 2009 dan terus berkembang hingga sebesar sekarang.

Semoga kisah William menginspirasimu untuk semangat mewujudkan mimpi. Menutup artikel ini, peluklah terus mimpimu dan bertanggungjawablah untuk mewujudkannya menjadi nyata. Karena siapa pun dan bagaimanapun latar belakang pendidikanmu, kamu berhak untuk menjadi pribadi yang sukses!



Monday, August 26, 2019

Kisah Sukses Hary Tanoesoedibjo ( Raja Bisnis Multimedia )


Biografi Singkat Hary Tanoesoedibjo

Nama : Hary Tanoesoedibjo
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 26 September 1965
Pendidikan :
Bachelor of Commerce (Honours)
Carleton University
Ottawa-Kanada (1988)
Master of Business Administration
Ottawa University, Ottawa-Kanada (1989)
Posisi :
Presiden Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC)
Presiden Eksekutif Grup PT Bhakti Investama Tbk.
Presiden Direktur PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)
Social Media : https://twitter.com/Hary_Tanoe


Hary Tanoesoedibjo adalah seorang pengusaha sukses yang lahir pada tanggal 26 September 1965 di kota perjuang Surabaya. Masa kecilnya dihabiskan kebanyakan di kota Surabaya bersama dengan keluarganya. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses.

Dan dari sang ayah Ahmad Tanoesoedibjo lah dirinya mendapatkan banyak motivasi serta inspirasi hingga bisa menjadi orang besar layaknya saat ini. Ia juga mempunyai beberapa saudara yang kini juga mengikuti jejak sang ayah, mereka adalah Hartono Tanoesoedibjo dan Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo.

Selepas menamatkan pendidikan wajib di Indonesia, ia memutuskan untuk melanjutkan masa studinya di luar negeri. Ia memilih Carleton University, Ottawa Kanada sebagai tempatnya mengeyam ilmu pada jurusan Bachelor of Commerce. Dan setelah tamat, ia langsung melanjutkan studinya untuk mendapatkan  gelar Master of Business Administration di universitas yang sama. Semasa kuliah, Harry memang dikenal cukup pandai, terbukti ia hanya butuh waktu 1 tahun untuk menamatkan gelar masternya pada saat itu.

Saat ini ia telah menikah dengan seorang wanita bernama Liliana Tanaja Tanoesoedibjo. Dan dari pernikahannya tersebut kini ia telah memiliki 5 orang putra.

Perjalanan Karir Hary Tanoesoedibjo
Karir Harry dimulai dari perusahaan yang didirikannya yaitu PT. Bhakti Investama Tbk . Ia merupakan pendiri serta pimpinan perusahaan yang juga dikenal dengan nama MNC Tbk tersebut. Ia mendirikan perusahaan tersebut dengan kerja keras sejak tahun 1989. Pada waku itu perusahaan manajemen investasi tersebut masih belum sebesar saat ini. Namun dengan keahlian Harry dalam melihat peluang, pelan namun pasti perusahaannya tersebut kian menggurita.


Salah satu perusahaan yang telah diakuisisi oleh MNC Tbk adalah PT. Bimantara Citra Tbk. Sebelum mengalami kemunduran usaha, perusahaan tersebut dimiliki oleh anak mantan pemimpin bangsa Soeharto yaitu Bambang Trihatmojo. Dari sinilah karir besar sang bos multimedia Indonesia mulai berkembang.

Awalnya dirinya bermimpi untuk dapat menjadi pengusaha yang menguasai banyak media massa yang ada di tanah air. Dirinya yakin bahwa masa depan dunia media massa akan makin startegis nantinya. Dan setelah mendapatkan perusahaan akuisisi tersebut, MNC TV berhasil menggaet beberapa stasiun televisi nasional yaitu RCTI, Global TV dan juga TPI yang dirubah namanya menjadi MNC TV.

Tidak hanya itu lewat perkembangan MNC Tbk yang kian luas, dirinya juga telah merambah dunia media cetak. Tercatat ia merupakan pimpinan dan pemilik dari beberapa media cetak seperti Harian Seputar Indonesia, Majalah Ekonomi Trust dan tabloid remaja Genie. Dalam dunia penyiaran, jaring kekuasaannya juga termasuk stasiun radio Trijaya FM serta perusahaan penyedia layanan TV satelit Indovision yang makin melengkapi kerajaan bisnis multimedia miliknya.




Berkat semua usahanya yang telah menggurita tersebut dirinya pernah tercatat sebagai orang paling kaya urutan 22 di Indonesia versi Forbes dengan total kekayaan yang mencapai US$ 1,35 miliar. Pencapaian tersebut tidaklah ia dapatkan dengan waktu yang singkat. Perjuangan merintis perusahaan dan banyak makan asam garam di dunia management investasi perusahaan menjadikan dirinya salah satu pebisnis dengan insting yang kuat untuk melihat peluang dari hal yang nampaknya remeh dan cenderung dianggap sudah tidak potensial. Dan dengan usaha keras, ia merubahnya menjadi lahan bisnis yang luar biasa menghasilkan.

Hary Tanoesoedibjo Di Dunia Politik
Setelah cukup mantap di dunia bisnis, pada tahun 2011 dirinya mencoba untuk turun ke kancah politik. Dan pada waktu itu yang menjadi pilihannya adalah partai politik baru Nasional Demokrat. Partai Nasdem sendiri didirikan oleh seorang pengusaha dan mantan petinggi partai Golkar yaitu Surya Paloh.

Pada dasarnya antara Harry dan Surya Paloh sama sama bergerak dalam bidang bisnis media massa, dan mungkin berkat itu pula dirinya akhirnya memutuskan merapat ke kubu Nasdem. Namun tidak begitu lama, tepatnya pada awal tahun 2013 Harry dengan resmi menyatakan keluar dari Nasdem dengan alasan ketidak sepahaman dengan sang pendiri Surya Paloh.

Lepas dari Nasdem ternyata karir Harry di dunia politik belum berhenti. Ia mendirikan Perindo yang merupakan organisasi gabungan mantan kader Nasdem yang tidak lagi sepaham dengan partai tersebut. Sempat diam beberapa saat, tiba-tiba ia telah menerima pinangan salah satu partai politik yang cukup mencuat saat ini yaitu Hanura.

Tidak tanggung-tanggung setelah bergabung ia langsung mendapatkan kursi nyaman sebagai calon wakil presiden usungan partai yang di motori oleh tokoh besar TNI, Wiranto tersebut. Bersama Wiranto, dirinya menyatakan siap maju pada Pemilu 2014 dengan mengusung  jargon “Bersih, Peduli, Tegas”.

Sunday, August 25, 2019

Kisah Sukses Chairul Tanjung / Si Anak Singkong ( Bank MEGA, CT Corp )


Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962 dalam keluarga yang sederhana. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama di sebuah surat kabar kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya.  Pengusaha sukses asal indonesia ini dikenal luas sebagai pendiri sekaligus pemimpin, CT Corp (sebelum 1 Desember 2011 bernama Para Group)

Sejarah Singkat Kehidupan Chairul Tanjung
Riwayat Pendidikan
Berikut selengkapnya latar belakang pendidikan seorang Chairul Tanjung.

SD Van Lith, Jakarta (1975)
SMP Van Lith, Jakarta (1978)
SMA Negeri I Boedi Oetomo, Jakarta (1981)
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (1987)
Executive IPPM (MBA; 1993)

Kisah Hidup Perjalan Chairul Tanjung Si Anak Singkong telah ditulis dalam sebuah buku yang berjudul “si anak singkong” buku ini mengisahkan tentang perjalanan hidup chairul tanjung dari kecil hingga sukses seperti saat ini. Buku setebal 360 halaman yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK) ini disusun oleh wartawan Kompas Tjahja Gunawan Adiredja. Buku ini diberi kata pengantar oleh Jakob Oetama, Pendiri dan Pemimpin Umum Harian Kompas,

Menurut saya buku ini sangatlah inspiratif dan penting sekali untuk kita baca. Penuturan cerita yang apa adanya membuat jauh dari kesan berlebihan atau mendramatisir keadaan. Berbagai kisah yang membuat saya tergetar haru dan speechless.

Buku yang merupakan kisah perjalanan hidup seorang pengusaha sukses di negeri ini. Chairul Tanjung, adalah pemilik beberapa perusahaan besar seperti stasiun televisi swasta ( Trans TV), Trans Studio, hotel, bank, dan terakhir  kabarnya menjadi salah salah satu pembeli 10% saham perusahaan penerbangan papan atas Indonesia ( Garuda ) dsb dll.

Untuk menuliskan ekstrak sebuah buku setebal 384 halaman tentu tidak cukup mudah. Namun di sini saya ingin berbagi sedikit kisah yang semoga bermanfaat bagi Anda yang belum sempat membaca buku tersebut ( sejujurnya, saya berharap sahabat semua menyempatkan untuk membacanya suatu saat nanti). Maka, saya coba menuangkan beberapa kenangan masa kanak-kanak hingga masa kuliah saja, segera setelah saya selesai membacanya, hari ini.

Chairul Tanjung kecil melalui hari-hari penuh keceriaan sebagai anak pinggiran kota Metropolitan. Bermain bersama teman-teman dengan membuat pisau dari paku yang digilaskan di roda rel dekat rumahnya di Kemayoran, adalah kegiatan seru yang menyenangkan. Juga bersepeda beramai-ramai di akhir pekan ke kawasan Ancol, sambil jajan penganan murah, buah lontar.

Kelas 1 hingga kelas 2 SD sekolah diantar jemput oleh Kak Ana, seorang sanak keluarga dari Sibolga, dengan naik oplet. Selanjutnya kelas 3 SD sudah bisa pulang-pergi sekolah sendiri.

Saat usia SMP, Bapaknya ( Abdul Gafar Tanjung ) yang saat itu telah mempunyai percetakan, koran, transportasi dll gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh pemerintah karena idealismenya yang bertentangan dengan pemerintah yang berkuasa saat itu ( Soeharto). Sang ayah adalah Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Ranting Sawah Besar. Semua koran Bapaknya dibredel. Semua aset dijual hingga tak memiliki rumah satu pun.

Mungkin demi gengsi, di awal-awal, Bapaknya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat Raya, Jakarta untuk tinggal mereka sekeluarga. Hanya satu kamar, dengan kamar mandi di luar yang kemudian dihuni 8 orang. Kedua orang tua Chairul, dan 6 orang anaknya, termasuk Chairul sendiri.

Tidak kuat terus-menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian memutuskan pindah ke daerah Gang Abu, Batutulis. Salah satu kantong kemiskinan di Jakarta waktu itu. Rumah tersebut adalah rumah nenek Chairul, dari ibundanya, Halimah.

Ibunya adalah sosok yang jarang sekali mengeluhkan kondisi, sesulit apapun keadaan keluarga. Namun saat itu, Chairul melihat raut wajah ibunya sendu, tidak ceria dan tampak lelah. Setelah ditanya, lebih tepatnya didesak Chairul, Ibunya baru berucap : ”Kamu punya sedikit uang, Rul? Uang ibu sudah habis dan untuk belanja nanti pagi sudah tidak ada lagi. Sama sekali tidak ada”.

( Tidak diceritakan lebih jelas akhirnya mendapat solusi dari mana, namun kita bisa tahu bahwa di usia SMP, Chairul sudah menyadari bagaimana kesulitan orang tuanya, bahkan untuk makan sehari-hari. Dan Ibunya adalah sosok yang sangat tabah menjalani kerasnya kehidupan).

Setamat kuliah, Chairul berekan dengan orang lain dalam membangun sebuah pabrik sepatu. Setelah 3 bulan awal dimulainya pabrik tersebut dilalui dengan terlunta-lunta dengan tanpa pesanan. Disaat pabrik terancam bangkrut, datanglah pesanan sendal dari luar negeri sejumlah 12.000 pasang dengan estimasi 6.000 pasang dikirim awal. Dan berubahlah pabrik tersebut dari pabrik sepatu menjadi pabrik sendal. Saat melihat hasil kerja pabrik tersebut, pihak pemesan merasa tertarik dan langsung melakukan pesanan kembali bahkan mencapai angka 240.000 pasang padahal yang awalnya 12.000 pasang tadi masih 6.000 pasang yang dikirim. Mulailah pabrik tersebut berkembang. Setelah beberapa lama akhirnya Chairul memutuskan berhenti berekan dan mulai membangun bisnis dengan modal pribadi dan menjelma menjadi pengusaha yang mandiri.

Pada tahun 1994, Chairul resmi meminang gadis pujaannya yaitu Anita yang juga merupakan adik kelasnya sewaktu kuliah. Dan pada tahun 1996, Chairul memperoleh berkah yang berlimpah karena pada tahun tersebut lahirlah anak pertamanya dan bersamaan dengan diputuskannya Chairul sebagai pemilik dari Bank Mega.

Chairul Tanjung dikenal sebagai pengusaha yang agresif, ekspansi usahanya merambah segala bidang, mulai perbankan dengan bendera Bank Mega Group, pertelivisian Trans TV dan Trans 7, hotel dengan bendera The Trans, di bidang supermarket, CT (panggilan akrab Chairul Tanjung) mengakuisisi Carrefour, pesawat terbang, hingga bisnis hiburan TRANS STUDIO, dan bisnis lainnya.




Riwayat kehidupan CT kecil bisa dikatakan terlahir dari keluarga cukup berada kala itu. Dia mempunyai enam saudara kandung. A.G. Tanjung, ayahnya, adalah mantan wartawan pada era Orde Lama dan pernah menerbitkan surat kabar dengan oplah kecil.

Namun, ketika terjadi pergantian era pemerintahan, usaha ayahnya itu tutup karena ayahnya mempunyai pemikiran yang berseberangan dengan penguasa politik saat itu. Keadaan tersebut memaksa kedua orang tuanya menjual rumah dan harus rela menjalani hidup seadanya. Mereka pun kemudian menyewa sebuah losmen dengan kamar-kamar yang sempit.

Kondisi ekonomi keluarganya yang sulit membuat orang tuanya tidak sanggup membayar uang kuliah Chairul yang waktu itu hanya sebesar Rp75.000. “Tahun 1981 saya diterima kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI). Uang masuk ini dan itu total Rp75.000. Tanpa saya ketahui, secara diam-diam ibu menggadaikan kain halusnya ke pegadaian untuk membayar uang kuliah,” katanya lirih.

Melihat pengorbanan sang ibu, ia lalu berjanji tidak ingin terus-menerus menjadi beban orang tua. Sejak saat itu, ia tidak akan meminta uang lagi kepada orang tuanya. Ia bertekad akan mencari akal bagaimana caranya bisa membiayai hidup dan kuliah.

CT pria kelahiran Jakarta, 18 Juni 1962 pada awalnya memulai bisnis kecil-kecilan. Dia bekerjasama dengan pemilik mesin fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di bawah tangga kampus. Mulai dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu, ia berhasil membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang, karena sifat sosialnya – yang sering memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir teman – usaha itu bangkrut.

Memang terbilang terjal jalan yang harus ditempuh Chairul Tanjung sebelum menjadi orang sukses seperti sekarang ini. Kepiawaiannya membangun jaringan bisnis telah memuluskan perjalanan bisnisnya. Salah satu kunci sukses dia adalah tidak tanggung-tanggung dalam melangkah.

Menurut penuturan Chairul, gedung tua Fakultas Kedokteran UI dulu belum menggunakan lift. Dari lantai satu hingga lantai empat masih menggunakan tangga. Lewat ruang kosong di bawah tangga ini, Chairul muda melihat peluang yang bisa dimanfaatkannya untuk menghasilkan uang.

“Nah, kebetulan ada ruang kosong di bawah tangga. Saya lalu berpikir untuk bisa memanfaatkannya sebagai tempat fotokopi. Tapi, masalahnya, saya tidak mempunyai mesin fotokopi. Uang untuk membeli mesin fotokopi pun tidak ada,” tuturnya.

Dia pun lantas mencari akal dengan mengundang penyandang dana untuk menyediakan mesin fotokopi dan membayar sewa tempat. Waktu itu ia hanya mendapat upah dari usaha foto kopi sebesar Rp2,5 per lembar. “Sedikit ya. Tapi, karena itu daerah kampus, dalam hal ini mahasiswa banyak yang fotokopi, maka jadilah keuntungan saya lumayan besar,” katanya sambil melempar senyum.

Tidak hanya sampai di situ, ia pun terus berusaha mengasah kemampuannya dalam berbisnis. Usaha lain, seperti usaha stiker, pembuatan kaos, buku kuliah stensilan, hingga penjualan buku bekas dicobanya. Usai menyelesaikan kuliah, Chairul memberanikan diri menyewa kios di daerah Senen, Jakarta Pusat, dengan harga sewa Rp1 juta per tahun.

Kios kecil itu dimanfaatkannya untuk membuka CV yang bergerak di bidang penjualan alat-alat kedokteran gigi. Sayang, usaha tersebut tidak berlangsung lama karena kios tempat usahanya lebih sering dijadikan tempat berkumpul teman-temannya sesama aktivis. “Yang nongkrong lebih banyak ketimbang yang beli,” kata mahasiswa teladan tingkat nasional 1984-1985 ini.

Selang berapa tahun, ia mencoba bangkit dan melangkah lagi dengan menggandeng dua temannya mendirikan PT Pariarti Shindutama yang memproduksi sepatu.

Ia mendapatkan kredit ringan dari Bank Exim sebesar Rp150 juta. Kepiawaiannya membangun jaringan bisnis membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160.000 pasang dari pengusaha Italia.

Bisnisnya terus berkembang. Ia mulai mencoba merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah usahanya yang sedang merambat naik, tiba-tiba dia terbentur perbedaan visi dengan kedua rekannya. Ia pun memutuskan memilih mundur dan menjalankan sendiri usahanya.

Memang tidak jaminan, seseorang yang berkarier sesuai dengan latar belakang pendidikannya akan sukses. Kenyataannya tidak sedikit yang berhasil justru setelah mereka keluar dari jalur.

“Modal dalam usaha memang penting, tapi mendapatkan mitra kerja yang andal adalah segalanya. Membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas dalam menjalankan bisnis,” ujar Chairul Tanjung yang lebih memilih menjadi seorang pengusaha ketimbang seorang dokter gigi biasa.

Dan pilihannya untuk menjadi pengusaha menempatkan CT sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang mungkin tak pernah dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi mendapat biaya kuliah, ketika masih kuliah di UI dulu.

Hal itulah yang barangkali membuat Chairul Tanjung selalu tampil apa adanya, tanpa kesan ingin memamerkan kesuksesannya. Selain itu, rupanya ia pun tak lupa pada masa lalunya. Karenanya, ia pun kini getol menjalankan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. “Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan,” ungkapnya.

Kini Grup Para mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada tiga bisnis inti. Pertama jasa keuangan seperti Bank Mega, Asuransi Umum Mega, Aanya yaitu bisnis televisi, TransTV. Pada bisnis pertelevisian ini, ia juga dikenal berhasil mengakuisisi televisi yang nyaris bangkrut TV7, dan kini berhasil mengubahnya jadi Trans7 yang juga cukup sukses.

Langkah ekspansi selanjutnya adalah mendirikan perusahaan patungan dengan mantan wapres Jusuf Kalla membentuk taman wisata terbesar “TRANS STUDIO” di Makassar, untuk menyaingi keberadaan Universal Studio yang ada di Singapura. Taman hiburan dalam ruangan terbesar di Indonesia inipun sekarang telah merambah kota Bandung, dan sebentar lagi kota-kota besar di Indonesia lainnya.

Chairul merupakan salah satu dari tujuh orang kaya dunia asal Indonesia. Dia juga satu-satunya pengusaha pribumi yang masuk jajaran orang tajir sedunia. Enam wakil Indonesia lainnya adalah Michael Hartono, Budi Hartono, Martua Sitorus, Peter Sondakh, Sukanto Tanoto dan Low Tuck Kwong.

Berkat kesuksesannya itu Majalah Warta Ekonomi menganugerahi Pria Berdarah Minang/Padang sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di tahun 2005 dan Dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di dunia tahun 2010 versi majalah Forbes dengan total kekayaan $1 Miliar.

Kisah Sukses Mochtar Riady ( Pemilik Lippo Group )

Nama Mochtar Riadi mungkin sedikit asing bagi Anda yang belum mengenal dunia bisnis dengan baik. Namun jika mendengar nama Lippo Group mu...